Rabu, 09 Agustus 2017

Dompo, Daun Gude dan Air Liur Gadul



Bangun tidur, saya merasa ada yang kurang beres dengan tubuh. Rasanya seperti masuk angin. Biasanya kondisi demikian akan segera teratasi ketika minum teh tawar panas. Hanya saja, pagi itu saya sedang menjalankan puasa. Kejadian ini terjadi pada bulan Ramadan kemarin.

Ya sudah. Nanti juga sembuh sendiri. Begitu suara batin saya untuk memotivasi diri.

Tapi ketika ada rasa terbakar di perut bagian samping, saya mulai berpikir buruk. Terasa panas menyengat disertai rasa gatal hebat. Saya mengecek, ada sedikit ruam berwarna merah. Ada beberapa bintik kecil mining-mining berisi air. Saya kemudian mencermati tempat tidur, barangkali ada serangga yang diam-diam melakukan serangan gerilya semalam.

Setelah cek dengan beberapa klik melalui arahan Mbah Gugel, rupanya dompo sialan penyebabnya. Keyakinan semakin memuncak ketika saya meminta petunjuk ke nenek-nenek berusia tujuh puluh dua tahun.

“Dompo kuwi. Njaluk tulung Gadul dikon nambani!”


Dompo itu. Mintalah bantuan kepada Gadul untuk mengobati. Begitu diagnosa dan instruksinya yang tegas namun ada nada kasih sayang dalam kalimatnya. Nenek-nenek tersebut adalah ibu saya.

Dompo atau Herpes zoster adalah  penyakit disebabkan oleh virus yang namanya cantik, varicella-zoster. Penyakit menular. Tapi kalau sudah terkena ini, biasanya penderita akan memiliki kekebalan seumur hidup. Maksudnya kebal dengan penyakit itu, bukan kebal dengan senjata tajam dan omelan istri. Eh!

Mirip dengan cacar air. Konon tersangka yang menyebabkan kedua penyakit itu adalah virus yang sama.

Ruam membentuk lepuh yang biasanya kemudian menjadi koreng dalam 7 sampai dengan 10 hari. Bekas lepuh akan menghilang dalam waktu 2 sampai 4 minggu. Sebelum ruam berkembang, sering ada rasa sakit, gatal, atau kesemutan di daerah di mana ruam akan berkembang. Dapat terjadi di bagian kulit mana saja.

Jika terkena dompo disarankan untuk tidak menyentuh atau menggaruk ruam. Karena cairannya lah yang dapat menularkan ke bagian tubuh lainnya. Seringlah mencuci tangan untuk mencegah penyebaran virus.

Sedangkan pengobatannya biasanya menggunakan antivirus: asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir. Obat-obatan ini akan membantu memperpendek panjang dan tingkat keparahan penyakit. Untuk lebih efektif, pengobatan harus dimulai sesegera mungkin setelah ruam muncul. Apoteker kenalan saya mengaminkan petunjuk yang saya dapat dari pengembaraan di jagad internet.

Sedangkan ibu saya dan banyak orang di dusun saya mempercayai metode pengobatan unik dan kurang penting untuk dibahas. Saya katakan unik karena pengobatan ini melibatkan janda.

Semoga tidak ada yang mengalamatkan tuduhan kepada saya sebagai penganut patriarkhi yang karena menuliskan soal status janda. Saya tidak bermaksud merendahkan sama sekali.

Selain membutuhkan janda, pengobatan yang ini juga membutuhkan gude. Siapa gude? Apa hubungannya dia dengan pakde, bude dan janda?  

Gude adalah tanaman yang multifungsi. Kalau ditulis secara latin menjadi Cajanus cajan. Di Indonesia mempunyai banyak sebutan. Termasuk keluarga kacang-kacangan. Biasa dibudidayakan sebagai tanaman pangan. Kacang gude bisa diolah menjadi tempe. Ketika masih kecil, saya pernah icip-icip gembrot gude, olahan kacang gude yang dipadu dengan parutan kelapa muda. Tentu saja saya sudah lupa rasanya seperti apa. Tapi dalam intuisi cangkem saya, rasanya pasti enak.

Gude juga sengaja ditanam untuk membantu penyuburan tanah. Mudah hidup di kondisi tanah yang kering. Biasa ditanam di tepian perkebunan dan persawahan.

Dalam pengobatan, gude juga banyak dimanfaatkan. Akarnya dapat untuk mengobati cacingan, batuk berdahak, hingga sipilis. Bijinya dipergunakan untuk mengobati memar dan bersifat anti kanker. Di beberapa wilayah Afrika, gude dimanfaatkan untuk mengobati masalah pencernaan. Di Madagaskar tumbuhan ini dipakai untuk membersihkan gigi. Selain itu, tumbuhan ini juga digunakan untuk mengobati infeksi mata dan sakit telinga.

Daun gude dipergunakan untuk mengobati sakit kuning, sakit pada mulut, pernafasan, gangguan perut sampai gatal-gatal. Di Jawa, daun memang dipercaya dapat untuk mengobati demam, dan tentu saja penyakit seperti yang saya ceritakan, dompo.

Setelah mencari daun gude, sebagaimana pesan dari ibunda, saya menemui Gadul pada malam harinya. Dia adalah teman sekelas waktu SMP. Dia teman yang baik. Kami cukup akrab dan sering berbagi contekan. Jadi saya tidak sungkan untuk meminta bantuan kepadanya.

Gadul ini termasuk manusia titisan karena punya kemampuan linuwih untuk menangani virus varicella-zoster. Hanya ada dua ketegori manusia sebagaimana disyararatkan oleh kepercayaan orang dusun; jaka oleh randha, prawan oleh dudha. Jika pria, dia harus seorang suami dari janda yang dulu ketika menikah dalam kondisi masih jejaka. Jika perempuan dia adalah seorang perawan yang disunting oleh duda. Kebetulan Gadul menikah dengan tetangga saya yang janda.

Gadul yang baru saja pulang dari tarawih langsung tersenyum licik ketika saya mengutarakan maksud kedatangan saya. Dia langsung paham. Dia mengaku sudah sering dimintai tolong oleh orang yang terkena dompo.

Saya diminta untuk membuka pakaian dan menunjukkan bagian mana yang sakit, sementara dia mulai memamah daun yang saya bawa. Saya tidak tahu apakah dia merapal mantra atau tidak. Mulutnya masih sibuk mengunyah. Saya percaya saja. Saya kira, dia sudah profesional dan berpengalaman.

Tiba-tiba, dengan sejurus gerakan, dia medekatkan mulut ke area luka dan menyemburkan mamahan daun ke bagian samping perut saya yang sakit.

Ajaib! Rasanya anyes. Bagian yang tadinya panas menyengat itu menjadi terasa adem.

Dua minggu setelahnya, alhamdulillah, saya sembuh.

Bukan! Saya tidak ingin mengatakan kesaktian air liur seorang Gadul yang lancang meludahi kawannya sendiri dengan dalih pengobatan. Meskipun ada reaksi yang terasa, saya belum bisa meyakinkan tentang khasiat daun gude untuk penyakit dompo. Dalam beberapa artikel memang disebutkan seperti itu, namun saya belum menemukan kajiannya yang mendalam. Seperti apa zat kandungannya, apakah benar cara penggunaannya harus dicampur air liur orang yang dipilih sebagai juru selamat sakti seperti Gadul?

Lagi pula dalam kisah di atas, saya tidak benar-benar menggunakan daun gude. Karena kenyataanya saya kesulitan menemukan daun gude meskipun sudah berusaha mencari. Tumbuhan itu mulai langka di daerah saya. Padahal dulu banyak ditanam oleh penduduk untuk membantu kesuburan tanah. Sebagai sulih, yang dimamah oleh Gadul adalah daun jambu biji. Kata ibu, daun jambu biji juga mempunyai khasiat yang sama.

Dalam mengobati penyakit ini saya juga menggunakan salep asiklovir yang saya dapat dari apoteker kenalan saya. Mengenai mana yang lebih mustajab saya belum berani menuliskan.

Yang jelas, saya meyakini dengan sesungguhnya bahwa segala kesembuhan itu karena izin Allah. Yeah!
 




Advertiser